Asas-asas dalam hukum perikatan ada 3 yaitu:
1. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Cara
ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para
pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai
undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan
norma kesusilaan. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para
pihak diberikan kebebasan sebagai berikut :
- Membuat atau tidak membuat perjanjian.
- Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan.
- Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan perjanjian.
- Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat, apakah dalam bentuk tertulis atau lisan.
2. Asas Konsensualisme.
Asas konsensualisme, artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
yang terlibat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu
formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal
1320 KUHP Perdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan
diri, yaitu :
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan
Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan
diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia-sekata
dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa
para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan
tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu
harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
3. Asas Pacta Sunt Servanda.
Asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang menunjukkan kepastian hukum. Dengan adanya asas ini maka
kesekapakatan yang terjadi di antara para pihak, mengikat selayaknya
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihak ketiga juga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan
intervensi terhadap isi kontrak yang dibuat tersebut. Asas ini dapat dilihat
pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang isinya “Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Komentar
Posting Komentar