Langsung ke konten utama

Istilah Unicorn, Decacorn dan Hectocorn

Kemarin, Saya mendapat giliran untuk menyampaikan ODOI (One Day One Information) di kantor. Pada kesempatan tersebut, Saya menyampaikan info terkait istilah keuangan yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media berita. Terutama sejak presiden kita menggunakan istilah tersebut pada event debat capres cawapres beberapa waktu yang lalu.
Unicorn! Mungkin beberapa dari teman-teman pernah mendengar kata ini, namun unicorn yang kita bahas disini bukanlah kuda bertanduk dari mitologi Yunani, melainkan istilah dalam dunia perusahaan rintisan atau startup yang berkaitan dengan valuasi perusahaan.
Valuasi biasanya dijadikan acuan untuk mengukur seberapa besar potensi bisnis sebuah perusahaan. Valuasi perusahaan konvensional mempertimbangkan beberapa aspek termasuk nilai perusahaan di bursa saham, nilai dari jenis saham lain yang dimiliki perusahaan, utang perusahaan, dan uang tunai yang dimiliki perusahaan. Sementara bagi Valuasi perusahaan rintisan atau startup merupakan nilai ekonomi dari bisnis yang digeluti perusahaan tersebut. Bagi startup yang sejak tahap awal berdiri bisnis belum mendapat pemasukan atau keuntungan, pendiri perusahaan atau calon investor akan mempertimbangkan aspek-aspek seperti jumlah dan nominal transaksi, jumlah pengguna, teknologi produk, kualitas tim, dan kompetitor.
Unicorn adalah sebuah istilah yang diberikan untuk perusahaan rintisan atau startup yang memiliki valuasi lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar 14 triliun jika menggunakan nilai tukar/kurs Rp 14.000,- per dollar. Di tahun 2013, ketika istilah Unicorn pertama kali diperkenalkan, di seluruh dunia hanya terdapat 39 perusahaan startup dengan predikat Unicorn. Sedangkan untuk tahun 2019, sudah terdapat lebih dari 300 perusahaan yang berpredikat Unicorn. Berdasarkan data dari Techsauce.co, pada tahun 2018 di Asia Tenggara sudah terdapat 10 perusahaan startup Unicorn dan 4 diantaranya berada di Indonesia, yaitu perusahaan startup Bukalapak, Traveloka, Tokopedia dan Gojek.
Istilah Unicorn ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2013 oleh Aileen Lee, seorang investor modal ventura sekaligus pendiri dari perusahaan benih bernama Cowboy Ventures, melalui artikel yang dimuat di laman TechCrunch yang berjudul "Welcome To The Unicorn Club: Learning from Billion-Dollar Startups". Aileen Lee sendiri memang terinspirasi dari hewan unicorn yang tergolong langka dan mustahil ditemukan.
Selain Unicorn, ada juga istilah Decacorn dan Hectocorn. Decacorn adalah status tingkat lanjut dari Unicorn, yaitu istilah yang diberikan kepada startup yang telah bertumbuh menjadi 10x lebih besar dari Unicorn, dengan valuasi mencapai lebih dari US$10 miliar atau sekitar 140 triliun. Sejauh ini, telah ada 16 perusahaan dunia yang 'naik kelas' dari tingkatan Unicorn ke level Decacorn. Dimana salah satunya berada di Asia Tenggara, yakni perusahaan startup berbagi tumpangan Grab Holdings. Sedangkan di Indonesia sendiri, pada tahun ini diprediksi bahwa Gojek juga akan segera meraih gelar Decacorn.
                Nah yang terakhir adalah istilah Hectocorn. Hectocorn merupakan tingkatan paling tinggi dari sebuah perusahaan teknologi maupun startup. Untuk mencapai ke tingkatan ini  tidaklah mudah, karena sebuah perusahaan startup harus mampu meraih valuasi lebih dari US$ 100 miliar atau sekitar 1.400 triliun. Saat ini, di dunia masih belum ada perusahaan rintisan atau startup yang memperoleh predikat sebagai Hectocorn. Namun jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, maka perusahaan yang sudah dapat masuk ke kategori ini antara lain yaitu Facebook, Google, Microsoft, hingga Apple.
So, kita doain aja ya guys semoga di tahun ini semakin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang memperoleh predikat unicorn dan decacorn. Karena secara tidak langsung hal tersebut melambangkan bahwa perkembangan ekonomi di Indonesia semakin meningkat dan akan semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang tercipta J

Dirangkum dari berbagi sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih Izin Belajar atau Tugas Belajar di Kementerian Keuangan

Alhamdulillah, tak terasa sudah hampir 2 tahun sejak Dewi mengemban amanah sebagai PNS di Kementerian Keuangan. Seperti mayoritas pegawai lulusan DIII lainnya, setelah bekerja selama hampir 2 tahun membuat Dewi berpikir untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena salah satu syaratnya adalah memiliki masa kerja minimal 2 tahun sejak diangkat sebagai PNS. Di luar sana, Dewi yakin beberapa orang sudah belajar atau berusaha mempersiapkan bekal untuk melanjutkan pendidikan, beberapa orang mungkin baru berpikir ingin melanjutkan pendidikan namun belum memiliki atau masih bingung untuk memulai persiapannya, sedang beberapa orang juga mungkin belum berencana untuk melanjutkan pendidikan karena satu dan lain hal.   Dewi sendiri termasuk bagian dari orang-orang yang mungkin baru berpikir atau berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan, namun belum memiliki atau masih bingung untuk memulai persiapannya, hehe. Berbekal dari niat, akhirnya bulan lalu Dewi mulai mencari ...

Bersama Kak Yo, Mari Menumbuhkan Semangat Responsif dan Adaptif Terhadap Perubahan

            Dalam rangka rangkaian  peringatan Hari Oeang ke-74, Kementerian Keuangan Perwakilan Kalimantan Barat dengan Balai Diklat Keuangan Pontianak sebagai panitia penyelenggara, mengadakan ke giatan Open Class “Tips & Trik Menumbuhkan Semangat Responsif dan Adaptif Terhadap Perubahan Pola Kerja di Kementerian Keuangan”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat, 23 Oktober 2020, pukul 09.00 - 11.00 WIB yang disiarkan melalui aplikasi Zoom, serta secara langsung ( streaming ) dan dapat disaksikan kembali melalui kanal youtube BDK Pontianak. Narasumber : Yohanes Supriyanto (Kak Yo), Widyaiswara BDPim Magelang Moderator    : Erna Oktafiani, Kepala Subbagian TU & KI Balai Diklat Keuangan Pontianak Berikut catatan Dewi tanpa merangkum materi yang telah disampaikan: Pandemi COVID-19 menyebabkan banyak hal berubah dalam kehidupan kita sehari-hari, baik itu pada aspek kesehatan, pekerjaan, pendidikan, status maupun hobi. Sesaat se...

Asas-asas Dalam Hukum Perikatan

           Asas-asas dalam hukum perikatan ada 3 yaitu: 1. Asas Kebebasan Berkontrak.     Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para pihak diberikan kebebasan sebagai berikut : Membuat atau tidak membuat perjanjian. Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan. Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan p...